Potensi Konflik Sosial Kian Komplek, Koordinasi Harus Dikuatkan
By Admin
nusakini.com-- Dalam arahannya di acara Rapat Koordinasi Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Jakarta Rabu (7/3). Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyoroti pentingnya koordinasi dalam penanganan konflik sosial. Terlebih potensi konflik sekarang ini kian kompleks. Ancaman pun, tak lagi bersifat konvensional. Tapi sudah multidimensi. Diperlukan deteksi dini yang efektif. Dan itu bisa diwujudkan jika koordinasi dibangun dengan kuat.
Tjahjo pun kemudian memberi ilustrasi efektifnya koordinasi di zaman Orde Baru dalam mendeteksi setiap gelagat. Ibaratnya gelas pecah saja, dengan segera diketahui penyebab, motif dan siapa pelaku pemecah gelas. Menurut Tjahjo, itu karena koordinasi yang terbangun kuat antar instansi terkait.
"Kalau jaman dulu satu jam sudah masuk antisipasi intel Kodim. Kenapa gelas pecah di satu rumah, siapa yang bawa gelas, namanya siapa, darimana, punya hubungan apa dengan keluarga di rumah ini, rumah ini, rumahnya siapa, namanya siapa, jumlah keluarganya berapa, pada saat gelas pecah dirumah ini ada siapa, hubungannya apa, yang kena pecahannya siapa, kembangkan, ini perkembangan gelagat dinamikanya apa, arahnya kemana, cepat dalam tempo satu jam sudah masuk ditingkat Kodam itu jaman dulu selesai," katanya.
Kuncinya koordinasi, kata Tjahjo. Jika koordinasi sudah kuat, setiap gelagat yang ditangkap, sudah cepat bisa diantisipasi, apakah itu potensi menyulut konflik atau tidak. Misal, begitu ada indikasi atau gelagat yang mencurigakan, Babinsa dengan cepat berkoordinasi dengan komandan Koramil, dengan Kapolsek atau dengan camat, dengan kepala desa. Sehingga bisa cepat diantisipasi. " Nah, di zaman reformasi ini harus ditingkatkan kecepatan kesigapan dan fungsi masing-masing. Dan maanfaatkan kemampuan seperti TNI yang paham dan punya kemampuan teritorial, intelejen, atau kepolisian yang punya kekuatan di tingkat paling bawah. Optimalkan," ujarnya.
Tjahjo mengakui tensi politik menjelang Pilkada dan dimulainya tahapan Pilpres 2019, sudah meningkat. Tapi yang disayangkan, racun demokrasi mulai marak disebarkan. Ujaran kebencian kembali menggeliat. Hoax dan fitnah gencar ditebarkan. Ini yang boleh dibiarkan. Semua harus berani melawan. Berani menentukan sikap, siapa kawan siapa lawan. Dan lawan bangsa Indonesia saat ini, mereka yang menyebar fitnah, menebar hoax dan melakukan praktek politik uang.
"Siapa kawan siapa lawan. Itu bukan tanggung jawabnya kepolisian, bukan tanggung jawabnya TNI, bukan tanggung jawabnya kejaksaan atau BIN. Ya tanggung jawab kita semua sebagai elemen masyarakat," kata Tjahjo.(p/ab)